Terbit
6/7/2022
Diperbarui
13/8/2022

Bantuan Insentif untuk Para Guru Agama

Pertama kali digulirkan pada 2019, penerimanya sebanyak 171.131 orang. Total dana yang dikucurkan Rp205 miliar.
Ilustrasi. Foto: freepik.com

SELAMA 23 tahun melakoni pekerjaan sebagai guru mengaji, Ali Badruddin tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Alumni Pesantren Sendang Senori Tuban itu selama ini mengajar tanpa pamrih.  Itu sebabnya, ketika mengetahui dirinya termasuk dalam daftar penerima insentif untuk para guru agama sejak 2019, lelaki berusia 53 tahun itu tak kuasa menahan haru.

Berasal dari Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Badruddin tak pernah menyangka akan mendapat perhatian dari pemerintah. Hari itu, dengan tangan bergetar alumnus Pesantren Sendang Senori Tuban itu menerima buku tabungan yang diserahkan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di GOR Kabupaten Pati.

"Tidak menyangka pemerintah memberi perhatian kepada kami. Kami ini siapa sih, cuma guru ngaji. Senang, tapi rasanya gimana gitu," kata Badruddin yang telah mengajar sejak 1996.

Keberadaan guru agama nonformal di tengah masyarakat terasa benar manfaatnya. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada April 2022 menunjukkan bahwa keberadaan guru agama seperti Badruddin membuat masyarakat dapat membekali anak-anaknya dengan pendidikan keagamaan tanpa pusing memikirkan biayanya.

Para guru agama itu mengisi kekurangan pendidik formal tanpa pamrih. Sayangnya, sebagian besar responden merasa para guru agama di sekitar tempat tinggalnya belum sejahtera hidupnya.  Itu sebabnya, 95,9 persen responden dari 34 provinsi mengatakan setuju para guru agama mendapat insentif dari pemerintah secara rutin.

Jajak pendapat itu juga menyimpulkan: belum ada langkah yang bersifat terpusat dalam pemberian kesejahteraan untuk guru agama nonformal untuk lingkup nasional.

Sementara di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo telah melakukannya jauh sebelum jajak pendapat Litbang Kompas. Badruddin hanya salah satu penerimanya. Saat pertama kali digulirkan pada 2019, penerimanya ada 171.131 orang.

Mereka antara lain pengajar di madrasah diniyah, pondok pesantren, dan tempat pengajian alquran (agama Islam), sekolah Minggu (Kristen/Katolik), Pasraman (Hindu) dan Vijjalaya (Buddha). Masing-masing mendapat Rp1,2 juta per tahun. Total dana yang dikucurkan mencapai Rp205 miliar.

Pada 2020 hingga 2022, jumlah penerima bertambah 40.324 menjadi 211.455 orang. Dengan begitu, total insentifnya bertambah menjadi Rp254,25 miliar.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, seperti disampaikan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Imam Maskur, berencana menambah penerima bantuan sekitar 20 ribu orang untuk tahun 2023.

Selain itu, dalam tiga tahun terakhir Pemprov Jawa Tengah juga menyerahkan bantuan untuk siswa-siswa yang bersekolah di Madrasah Aliyah senilai Rp26 miliar sejak tiga tahun lalu.

Imam menegaskan, bantuan itu adalah kebijakan dari gubernur dan wakil gubernur sebagai bentuk penghargaan bagi mereka yang lama berjuang dalam bidang keagamaan dan berkontribusi menanamkan karakter melalui pengajaran akhlak dan budi pekerti.

Dalam sejumlah kesempatan, Pemprov Jawa Tengah juga memberi bantuan terpisah kepada pondok pesantren. Dananya bisa berasal dari CSR perusahaan milik daerah atau Baznas.

Pada 2020, misalnya, Baznas Jawa Tengah juga menyerahkan bantuan kepada 23 ribu santri yang mondok di 400 pesantren dan tidak bisa pulang kampung untuk merayakan lebaran bersama keluarga karena dalam suasana pandemi Covid.

Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Jawa Tengah, Abu Choir, menyampaikan apresiasi kepada Pemprov Jawa Tengah atas bantuan itu.

“Dana ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian kepada kami sebagai garda depan penjaga moral masyarakat,” kata Abu seperti dilaporkan Solopos.com, 10 September 2021.

Abu mengatakan bantuan dana insentif itu sangat membantu para guru keagamaan di pondok pesantren, terutama di tengah pandemi Covid-19.

Karena itu, Abu berharap bantuan dana insentif itu tetap digulirkan untuk membantu para guru menguatkan pendidikan keagamaan anak-anak dan masyarakat.

Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Jawa Tengah, Nur Said, juga menyatakan rasa terima kasih atas adanya dana insentif untuk pengajar di Lembaga keagamaan, termasuk guru madrasah diniyah.

“Ini memotivasi dan mengakui keberadaan kami sebagai pengajar keagamaan. Kami tidak melihat nilai nominalnya, tetapi adanya pemberian insentif ini, kami merasa diperhatikan,” kata Nur Said.[] YAS