Terbit
20/3/2022
Diperbarui
13/8/2022

Bergerak Terdepan untuk Mitigasi Bencana

Kemanusiaan di atas segalanya. Itu pula nilai yang jadi prinsip Ganjar dalam hal kebencanaan.
Foto: Humas Pemprov Jateng

SUPERMARKET bencana. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat menuai protes dengan pernyataan itu dan kemudian diubah menjadi "laboratorium bencana". Betapa tidak, hampir di seluruh wilayah yang dipimpinnya punya potensi bencana.

Sebagai gambaran, Jawa Tengah punya lima gunung api yang masih aktif. Bahkan, di wilayah Jawa Tengah bagian selatan, punya potensi gempa megathrust. Sementara di wilayah Pantai Utara, banjir dan rob membayangi.

Pada 2017, ada tren kejadian bencana tanah longsor dan satu tingkat dengan bencana lain seperti puting beliung serta banjir. Dari situlah, Ganjar mulai getol mengimbau warganya untuk tertib membuang sampah dan banyak menanam pohon.

Dengan seribu cara, Ganjar mulai bergerak untuk mitigasi bencana. Ganjar yang sendirian, tentu, tak mampu menjangkau ke wilayah seluas 32.801 km persegi dengan populasi mencapai 34,55 juta jiwa.

Ilmu titen. Inilah ilmu yang diwanti-wanti Ganjar agar diterapkan seluruh warganya. Ilmu titen ini maksudnya agar masyarakat awas. Waspada. Bisa membaca cuaca. Kapan musim kemarau dan kapan musim penghujan. Lantas jika sudah bisa ilmu titen, yang selanjutnya dilakukan adalah antisipasi.

Tak cukup dengan ilmu titen, Ganjar memanjangkan tangannya dengan memberdayakan relawan. BPBD yang dulunya terstigmatisasi sebagai tempat buangan para pegawai pun moncer. Mereka kini aktif bahkan rajin sekali mengedukasi.

Tentu saja pengalaman Ganjar ini tidak didapat dengan model belajar sistem kebut semalam. Ganjar punya pengalaman karena sejak kuliah aktif sebagai pecinta alam di Universitas Gadjah Mada.

Selayaknya laboratorium, Ganjar menggerakkan seluruh sumber daya. BMKG sebagai pusat informasi prakiraan cuaca, iklim, hingga kebencanaan bergerak sebagai periset. Mereka diminta untuk terus menyebarkan informasi.

Sebagai eksperimen, apel gelar pasukan juga rutin dilaksanakan. Tujuannya untuk memastikan seluruh alat dan relawan dalam kondisi prima dan siap bergerak ketika dibutuhkan. Khusus untuk gunung api, Ganjar juga selalu update.

Misalnya di Gunung Merapi. Ganjar rajin menyambangi masyarakat yang tinggal di kawasan paling rawan. Mengambil peran sebagai "bapaknya" Jawa Tengah, Ganjar rajin menengok dan memastikan anak-anaknya selalu siap menghadapi erupsi Merapi yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Hasilnya, saat ini seluruh wilayah Jawa Tengah bisa dibilang sudah siap dan siaga bencana. Bahkan, tidak siaga untuk wilayah sendiri saja. Relawan di Jawa Tengah selalu siap untuk diberdayakan kapanpun di manapun.

Nilai gotong royong yang ditanamkan Ganjar di tiap kesempatan, menular di benak para relawan. Kini tanpa diminta, mereka bergerak ke mana saja jika di wilayah tersebut terjadi bencana.

Mereka bergerak ke Nusa Tenggara Timur, Banten, Lampun, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, bahkan ketika Gunung Semeru tiba-tiba saja erupsi dan meluluhlantakkan wilayah Lumajang, Jawa Timur.

Kemanusiaan di atas segalanya. Itu pula nilai yang jadi prinsip Ganjar dalam hal kebencanaan. Duka mereka, duka Jawa Tengah pula. Ganjar tak hanya mengirimkan bantuan semata, tetapi mengulurkan tangan dan memberi penghiburan bagi mereka yang dilanda bencana.[]