Terbit
19/3/2022
Diperbarui
13/8/2022

Birokrasi Bersih dan Melayani

Tidak korupsi dan tidak menipu untuk mewujudkan birokrasi bersih dan melayani masyarakat.
Foto: Humas Pemprov Jateng

MBOTEN Korupsi, Mboten Ngapusi.

Kalimat berbahasa Jawa yang berarti "tidak korupsi dan tidak menipu" itu lekat dengan sosok Ganjar Pranowo. Sejak memimpin Jawa Tengah 2013, Ganjar menjadikan tagline itu sebagai fondasi mengubah tatanan pemerintahan. Tujuannya hanya satu, mewujudkan birokrasi bersih dan melayani.

Birokrasi bersih berarti bebas dari praktik culas korupsi. Salah satu cara yang dilakukan Ganjar adalah mengubah sistem tata kelola pemerintahan dari yang awalnya manual menjadi serba digital.

Selain lebih akuntabel dan transparan, digitalisasi system pemerintahan ini juga digunakan Ganjar agar masyarakat bisa terlibat langsung dalam pengawasan.

Sistem yang dibangun Ganjar itu bernama Government Resources Management System (GRMS).

Lewat GRMS, semua hal terkait informasi layanan terpadu, transaksi lelang barang jasa, pelaksanaan proyek pembangunan hingga proses pembuatan dan pengambilan kebijakan anggaran bisa dipantau dengan ketat. Tak ada lagi pejabat yang bisa bermain mata karena semua tercatat dengan transparan.

Ganjar bahkan bisa memantau secara langsung melalui ponsel pintar di tangan. Mulai e-budgeting, e-planning, e-monev hingga e-delivery setiap anggaran yang dikeluarkan. Kinerja birokrasi bisa termonitor secara real time setiap hari. Jika ada yang tidak sesuai, langsung bisa dievaluasi.

Sejak ditetapkan pada 2014, sistem itu terbukti ampuh menangkal praktik-praktik korupsi di Jawa Tengah. Permainan anggaran yang biasa dilakukan, bisa terdeteksi dan langsung ditangani.

Misal, pada 2018, Ganjar berhasil memangkas 80,84 persen kegiatan dobel anggaran. Dari semula 4.646 kegiatan, dipangkas hanya menjadi 890 kegiatan. Dari pemangkasan anggaran yang tak jelas itu, Ganjar berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp1,2 triliun.

Ganjar juga konsen betul membenahi sumber daya manusia di lingkungan Pemprov Jateng. Yang dilakukan Ganjar tak biasa. Ia menaikkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) lebih dari 500 persen.

Ganjar meyakini, penghasilan kecil adalah alasan kuat Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk korupsi. Dengan menaikkan TPP, Ganjar berharap ASN bisa hidup lebih sejahtera dan semangat untuk melayani.

Tak ada lagi praktik setor menyetor. Pemilihan pejabat dilakukan secara terbuka dengan mekanisme lelang jabatan. Siapa pun berhak mengikuti proses lelang jabatan, tanpa harus repot menyiapkan uang sogokan demi mendapatkan jatah kursi.

Bukan lagi siapa punya uang dan backing orang kuat yang dipilih, tapi mereka yang benar-benar layak dan siap menjalankan amanah sebagai pejabat tinggi dari hasil seleksi.

Apa iya seperti itu? Sudah ada buktinya.

Jumeri, seorang kepala sekolah di salah satu SMA Negeri di Jateng, berhasil menduduki jabatan sebagai kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng. Ada pula Imam Maskur, seorang camat di wilayah terpencil di Kabupaten Tegal, bisa lolos seleksi dan menjabat sebagai Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jateng.

Kalau tak ada lelang jabatan, tidak mungkin keduanya bisa menduduki jabatan prestise itu.

Pelan namun pasti, Ganjar berhasil melakukan sebuah reformasi birokrasi. Dan secara otomatis, hal itu berdampak pada meningkatnya mutu pelayanan pada masyarakat sampai saat ini.

Beragam kanal aduan dibuat, agar masyarakat mudah mengadu tanpa harus repot menemui pejabat. Masyarakat Jateng bisa dengan mudah melapor berbagai persoalan yang dialami melalui hotline, SMS, WhatsApp, atau melalui situsweb Laporgub.

Selain itu, mereka juga bisa mengadu melalui platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter.

Ganjar juga mewajibkan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jateng memiliki akun medso dan harus centang biru. Akun itu digunakan untuk menampung semua aduan dari masyarakat dan memberikan solusi dengan cepat.

Setiap laporan yang masuk, wajib ditindaklanjuti dalam waktu 1x24 jam. Jika ada jajarannya yang tidak merespons aduan atau melewati limit waktu itu, sudah dipastikan kursinya akan hilang. Beberapa kepala dinas sudah pernah merasakan "digeser" Ganjar dari kursi nyamannya karena masalah itu.

Kebijakan yang diambil Ganjar ini seolah menjadi jawaban atas kegelisahan masyarakat Jateng selama ini.

Jika dulu masyarakat kesulitan mengadu, harus mengirim surat berlama-lama atau repot datang ke kantor gubernur, kini tinggal duduk manis di rumah, aduan bisa disampaikan dengan mudah. Dan, dalam waktu tidak lama, sudah ada respons, bahkan tak sedikit yang bisa langsung diselesaikan.

Ada jalan rusak, tinggal foto dan unggah. Ada tanggul sungai jebol, tinggal foto dan unggah. Ada dugaan korupsi di desa, langsung dilaporkan ke medsos Ganjar dan dinas terkait. Bahkan, ada juga warga yang nekat mengadukan persoalan sepele pada Ganjar. Soal sandal hilang atau suami yang tak pulang-pulang...[]