Terbit
11/2/2024
Diperbarui
11/2/2024

Blacius Subono, ”Semar” di Kampanye Pamungkas Ganjar-Mahfud, Berpulang

Kepada Ganjar dan Mahfud, Semar mengingatkan agar jangan lupa bahwa tuan seorang kepala negara adalah rakyat. Jabatan yang dipegang merupakan mandat dari rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
dok.ist

SURAKARTA - Blacius Subono, maestro gamelan asal Surakarta, meninggal dunia dalam usia 70 tahun, seusai pentas dalam kampanye pamungkas calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024). Pada pentas itu, ia berperan menjadi Semar yang memberikan sejumlah wejangan kepada pasangan tersebut.

Kepergian Subono cukup mengejutkan. Laki-laki berbadan gempal itu ambruk lemas setelah tampil memainkan lakon wayang orang berdurasi pendek di hadapan Ganjar dan Mahfud, di depan Balai Kota Surakarta.

”Itu pas adegan terakhir. Waktu itu sudah selesai sebetulnya. Beliau juga sempat bersalaman dengan Pak Ganjar dan Pak Mahfud,” kata budayawan asal Surakarta, ST Wiyono, yang berperan sebagai narator dalam pentas itu.

Lakon yang dimainkan Subono dan seniman lainnya berjudul ”Durga Mendhak, Sang Kala Sirna”. Sewaktu pentas, ia masih tampak energik. Di akhir pentas, ia memberikan pesan selaku Semar.

Kepada Ganjar dan Mahfud, Semar mengingatkan agar jangan lupa bahwa tuan seorang kepala negara adalah rakyat. Jabatan yang dipegang merupakan mandat dari rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

”Separuh dari kerusakan dunia ini karena ulah orang-orang yang merasa penting. Tetapi, separuhnya akibat orang-orang yang serakah,” kata Semar, yang diperankan Subono.

Dalam kesempatan itu, Ganjar dan Mahfud bakal diberi wayang dengan tokoh Semar dan Wisanggeni. Semar diberikan kepada Mahfud, sedangkan Wisanggeni diberikan kepada Ganjar. Wisanggeni menggambarkan sosok ksatria yang berpihak kepada rakyat, sedangkan Semar menggambarkan sosok rakyat yang jujur dan bijaksana.

Sembari menanti momen pemberian wayang, tiba-tiba saja Subono ambruk. Kebetulan Subono berdiri di belakang Ganjar. Ganjar pun sempat sejenak menahan badan almarhum bersama dengan orang-orang lain yang berada di dekatnya.

”Latihannya itu setiap hari, tetapi justru persiapan pada malam harinya. Gamelan itu miliknya Mas Bono. Baru datang sekitar jam 03.00, sedangkan beliau harus sampai lokasi untuk kumpul bersama dan dandan Semar,” kata Wiyono.

Seniman andal

Menurut Wiyono, Subono adalah seorang seniman andal dalam bidang karawitan maupun pedalangan. Sebagai seniman karawitan, kata dia, begitu banyak karya Subono yang digunakan dalang-dalang lainnya. Subono juga dinilai serius memikirkan pesan bagi penonton dalam karya-karya yang dibuatnya.

”Dia selalu serius menggarap isen-isen (pesan). Isi setiap value dan dialog yang ada dalam karya beliau itu cukup teliti dan bernas isinya,” kata Wiyono.

Dihubungi terpisah, Rektor Institut Seni Indonesia Surakarta I Nyoman Sukerna mengungkapkan, Subono adalah seorang seniman pedalangan dan karawitan yang hebat. Oleh karena itu, kata dia, segenap keluarga besar perguruan tinggi tersebut merasa sangat kehilangan atas berpulangnya sosok tersebut.

”Banyak naskah, iringan pakeliran, yang diciptakan beliau juga digunakan oleh seniman dalang hebat lainnya, seperti Ki Mantep, Ki Anom, sampai Ki Enthus,” kata Sukerna.

Sukerna menyampaikan, Subono telah pensiun dari perguruan tinggi tersebut lima tahun lalu. Namun, almarhum disebut tetap aktif berkegiatan. Tidak hanya di kampus, tetapi juga menciptakan beberapa karya. Untuk itu, ISI Surakarta menjadikannya empu pedalangan dan karawitan.

”Beliau juga aktif mengajar di sanggarnya. Banyak mahasiswa pedalangan itu nyantri langsung ke beliau. Jadi langsung diajar beliau entah itu menjadi sinden, dalang, dan vokal. Beliau punya banyak peran,” kata Sukerna.