Terbit
29/8/2022
Diperbarui
29/8/2022

Butuh Keberpihakan Kita pada Petani Tembakau

Kalau pabrik sudah memutuskan harga, petani tak punya daya tawar. Ancaman lain adalah kenaikan cukai.
Tembakau. Foto: Unsplash/@rustyct1
Ganjar Pranowo

SAYA bukan perokok. Saya juga tidak sedang menganjurkan merokok. Saya cuma mau cerita, ternyata di balik batang rokok ini ada jutaan orang yang menggantungkan nasib hidupnya. Bahkan, negara juga merasakan manfaat yang sangat besar dari batang-batang rokok ini. Lah wong cukai rokok saja sampai Rp 170-an triliun lebih.

Ya, meski tidak merokok, tapi saya tetap minum kopikok. Yak tore nginom kopi, begitu kata orang-orang Madura.

Ada sekitar 7 juta petani dan pekerja yang menggantungkan nasib hidupnya dari industri rokok. Secara pendapatan, untuk pekerja di pabrik, nasibnya sudah terjamin, sudah aman karena jadi tanggung jawab perusahaan. Namun, petani yang memegang kendali hulu industri ini malah menderita. Sebagian besar dari mereka, hidup segan mati enggak mau.

Mungkin Anda berpikir, “Kenapa petani tembakau itu tidak beralih ke komoditas lain? Kopi, jagung, kedelai atau apa pun itu lah.”

Pemikiran seperti itu ada benarnya, tapi persoalannya tidak sesederhana itu. Bicara tembakau, kita berarti bicara soal peluang dan keberpihakan. Kita bicara peluang karena di tanah negara kita ini mampu menghasilkan tembakau terbaik didunia.

Ada tembakau Srintil di Temanggung, tembakau Rancak di Madura, dan tembakau virginia di NTB.

Bahkan, di Jember, tembakaunya diproduksi dan diekspor untuk cerutu kelas dunia. Semua ini hebatnya bukan main, loh.

Ada 17 provinsi penghasil tembakau di negara kita. Masing-masing punya grade-nya sendiri. Dari grade A sampai grade G yang paling bagus dan paling mahal harganya. Sebagai gambaran, grade G yang biasanya dari tembakau Temanggung itu harganya bisa sampai Rp 1 juta per kilogram, sedangkan grade A sampai C sekitar Rp40 ribu hingga Rp90ribu per kg.

Kalau melihat itu, harusnya para petani tembakau makmur bin sejahtera, kan? Nyatanya tidak. Karena kurangnya keberpihakan kita. Jadi,kalau pabrik sudah memutuskan harga, petani tak punya daya tawar.

Ditambah lagi, ada saja kebijakan yang membuat petani semakin merana. Kenaikan cukai, misalnya. Itu dampak terbesarnya, ya ke petani. Cukai naik, pabrik mengurangi serapan, harga di tingkat petani ya langsung ambles. Grade A sampai D yang harusnya Rp90-an ribu, anjlok jadi Rp10 ribu.

Nah, soal ide mengganti komoditas ini, bukannya belum pernah dilakukan, loh! Sudah pernah. Tapi, petani tidak mau. Mengapa? Lah,gimana, wong dulu pernah ada kebijakan dari pemerintah yang mau mengganti tembakau dengan komoditas lain seperti kopi dan kayu manis. Ternyata, impor tembakau dari luar malah semakin meningkat.

Pada 2015, misalnya, impor tembakau sejumlah 75 ribu ton, tahun berikutnya naik jadi 81 ribu ton, berikutnya naik lagi semakin tinggi jadi 119,5 ribu ton. Dan, pada 2018 sudah di angka 121 ribu ton.

Diakui atau tidak, para petani itu telah jadi salah satu tumpuan perekonomian negara ini. Jangan sampai mereka merasa terzalimi terus-terusan. Sebagai perbandingan, ketika pada 2020 minyak dan gas berkontribusi Rp96triliun untuk penerimaan negara, tembakau berkontribusi Rp170-an triliun lebih.

Pada Agustus 2021, pemerintah pusat menargetkan kenaikan cukai pada 2022 menjadi Rp203 triliun. Dan, itu jadi target yang yang luar biasa. Di sisi lain, petani tembakau saat ini justru merasa waswas karena harus berhadapan dengan laju gelombang impor tembakau yang semakin besar.

Jika memang pendapatan negara yang luar biasa besar dari pabrik rokok dan cukai rokok dianggap sudah tidak penting, ya silakan dihapus saja tembakau dari Tanah Air, larang pertanian tembakau dan alihkan petani ke komoditas lain, lalu tutup semua pabrik rokok.

Namun, kalau masih kita perlukan, ya ayo kita rawat heritage ini, kita lindungi petani dan optimalkan industrinya. Karena bicara tembakau sebenarnya tidak cuma menyangkut rokok.

Kita bisa kok mengeksplorasi lebih jauh lagi soal tembakau ini. Saya bermimpi kita memiliki tobacco center sebagai pusat riset dan pengembangan tembakau. Agar manfaat tembakau semakin diketahui, nilainya semakin meninggi serta terangkatlah derajat dan kesejahteraan petani.

 Ngoten nggih. Terus semangat. Mugia salawasna séhat, panjang umur, gampang dina sagala urusanana dan tetap jaga kewarasan. Terima kasih.[]

Naskah ini petikan dari "Ruang Ganjar" yang diunggah di YouTube Ganjar Pranowo.