Terbit
18/5/2022
Diperbarui
13/8/2022

Cinta Kasih dan Kepedulian Sosial Perekat Bangsa

Candi Borobudur harus dibuka seluas-luasnya untuk ibadah umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.
Foto: Unsplash
Ganjar Pranowo

“CINTA kasih dan kepedulian sosial adalah perekat keutuhan bangsa dan wujud nyata Bhinneka Tunggal Ika. Penyatuan metta dan karuna itulah yang bakal menyempurnakan laku kita sebagai manusia.”

Kurang lebih seperti itulah pesan Bhante Sri Pannavaro Mahathera yang pernah saya dengar.

Beberapa waktu lalu saya bahagia banget saat Bhante Khanit Sannano mampir ke kantor. Selain memyampaikan undangan perayaan Tri Suci Waisak ini, kami juga ngobrol banyak hal terutama tentang, bagaimana caranya kita lebih memuliakan keberadaan Candi Borobudur.

Karena bagi saya, Borobudur ini bukan sekadar destinasi wisata. Candi terbesar di dunia ini adalah pusat energi yang bisa menarik ratusan juta umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.

Hati saya bergetar ketika membayangkan umat Buddha berjalan dari sisi timur candi, lalu perlahan menghadap ke Borobudur. Begitu sampai di pelataran, sebuah pemandangan langsung didapat, bagaimana Kamadhatu tertata sedemikian rupa. Lalu, berlanjut menyaksikan sebuah kesadaran pada Rupadhatu dan berpuncak di Arupadhatu.

Proses pencerahan jiwa itulah yang berulang kali meyakinkan saya untuk mengatakan, Candi Borobudur harus dibuka seluas-luasnya untuk ibadah umat Buddha dari seluruh penjuru dunia sekaligus kita jadikan destinasi wisata.

Dalam konteks wisata, keberadaan Candi Borobudur sebagai magnet. Tapi, bukan sebagai tujuan. Maka, konsep pembangunan kawasan sekitar candi, kami lakukan. Baik itu di kompleks dalam maupun luar.

Untuk kompleks dalam candi, kami akan optimalkan museum, pasar seni sampai wisata virtual reality. Sementara di kompleks luar, keberadaan desa-desa wisata, paket-paket wisata sampai beragam atraksi kami garap. Termasuk juga infrastrukturnya.

Dengan konsep seperti itu, maka jadilah Candi Borobudur sebagai destinasi superpriority. Setidaknya dengan menghadirkan tatanan seperti itu, saya berharap bisa jadi indikator agar kita memahami fenomena batin antarsesama.

Di atas bumi dan di bawah langit bernama Indonesia ini, kita mewarisi sebuah kekuatan besar yang menyatukan perilaku dan jiwa dari ratusan suku, ras serta golongan.

Kekuatan itu lahir dari olah jiwa dan raga para pejuang, pertapa, para cendekia serta dilengkapi harapan seluruh umat selama beratus bahkan beribu tahun lamanya. Warisan itu adalah ungkapan Bhinneka Tunggal Ika, sebuah energi yang mewujud sebagai cinta kasih dan peduli terhadap sesama.

Dan, sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, spirit hidup damai dalam keberagaman telah menjadi ciri khas leluhur kita.

Berdirinya bermacam candi dalam satu masa, dengan beberapa latar keagamaan jadi bukti nyata. Candi Mendhut, Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Prambanan, Candi Plaosan, Kalasan serta puluhan candi yang lainnya.

Jika leluhur kita saja hidup damai dalam keberagaman, alasan apa yang membuat kita untuk saling bertikai dan memperdebat perbedaan?

Apalagi sudah 77 tahun kita bersepakat dalam bingkai persatuan setelah Indonesia diproklamasikan. Tidak, bapak-ibu, tidak. Kita tidak akan pernah mewariskan permusuhan apalagi perpecahan. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia harus kita pertahankan seribu windu, bahkan selamanya.

Dengan persatuan itu akan kita hadapi bersama berbagai rintangan dan cobaan. Setelah cobaan pandemi, saat ini sudah tergelar tantangan metaverse. Sebuah era baru yang membawa cara hidup baru, pengalaman baru serta tantangan baru. Siap atau tidak, era baru tersebut harus kita hadapi dan ugemi, dengan segenap kemajuan teknologinya.

Semaju-majunya teknologi, dia tetaplah seonggok barang. Tidak bernafas, tidak berpikir, tidak berjiwa apalagi berdharma.

Kebermanfaatan teknologi akan tetap bergantung pada manusia. Maka kebijaksanaan harus diutamakan agar kita memeroleh kebahagiaan yang sejati, di dunia maupun di kehidupan setelahnya.

Selamat merayakan Hari Raya Trisuci Waisak 2566 Buddhist Era. Tetaplah mengaktualisasi ajaran luhur Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, menuju pencerahan sempurna tiada batasnya. Terima kasih.[]

*Disampaikan pada peringatan Tri Suci Waisak di pelataran Candi Borobudur, Senin (16 Mei 2022) malam.