Terbit
10/11/2022
Diperbarui
10/11/2022

Cukup dengan Keluasan Hati dan Kesediaan untuk Berkorban, Itulah Pahlawan

Maka sungguh disayangkan jika ada di antara kita yang masih berleha-leha dan berpangku tangan. Sungguh menyedihkan, jika masih ada yang korupsi, memanfaatkan jabatan dan kekuasaan untuk mengeruk kekayaan pribadi.
Sumber foto: Freepik.com
Ganjar Pranowo

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam Sejahtera untuk Kita Semua. Om Swastiastu. Namo Buddhaya. Rahayu.

Bapak ibu, saudara-saudara peserta upacara yang mulia. Saya ingin mengawali amanat ini dengan sebuah cerita tentang seorang petani. Namanya Pak Subari. Beliau berasal dari Desa Kalibareng, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal.

Pak Subari ini petani biasa. Bukan juragan, bukan tuan tanah. Tapi beliau sangat berjasa, tidak hanya untuk desanya, tapi juga untuk Jawa Tengah.

Jasa Pak Subari itu terkait dengan program pembangunan 1.000 embung untuk mengatasi kekeringan. Nah, salah satu kendala program ini adalah ketersediaan lahan. Sebab tidak semua desa yang kekeringan punya lahan untuk dibangun embung. Solusinya, sebagian embung menggunakan lahan milik desa.

Nah, suatu ketika Pak Subari ini datang. Beliau dengan lugunya bilang mau menghibahkan tanahnya untuk dibangun embung. Katanya, kasihan petani di desanya karena kalau musim kemarau sawah-sawahnya kering.

Berapa yang beliau sumbang? 100 meter, 200 meter? Tidak, bapak ibu. Beliau merelakan tanah 1.800 meter persegi. Artinya seluruh lahan calon embung itu milik Pak Subari.

Saat ngobrol dengan beliau di samping embung yang bakal dibangun, saya tatap dalam-dalam mata beliau, kemudian saya bertanya. “Pak, jenengan ridho, jenengan ikhlas jika seluruh tanah milik jenengan ini dibangun embung?”

Pak Subari tidak langsung menjawab. Beliau justru tersenyum lalu melihat petani-petani lain di sekitarnya. Kemudian menatap saya sambil menjawab. “Ikhlas, Pak. Ini buat para petani dan anak cucu kami nanti.” Ya Allah, bapak ibu. Mak ces hati saya mendengar jawaban itu. Dan langsung saya cium tangan beliau. Embung itu langsung kita bangun dengan anggaran 3,4 miliar. Semoga tahun depan sudah selesai dan bisa langsung dimanfaatkan.

Bapak ibu yang saya hormati. Pak Subari adalah contoh pahlawan hari ini. Darinya kita belajar. Untuk jadi pahlawan tak perlu punya kekuatan super, tak perlu jabatan tinggi, atau kekayaan berlimpah. Cukup dengan keluasan hati dan kesediaan untuk berkorban.

Peserta upacara yang mulia. Semua orang berhak dan bisa jadi pahlawan bagi siapa saja, termasuk bagi negara. Para pejuang kemerdekaan, termasuk bapak ibu legiun veteran, dan angkatan bersenjata, sudah pasti mereka menjalani hidup sebagai pahlawan. Para pendiri republik dan punggawa-punggawa pemerintahan, tidak perlu diragukan perannya dalam perjuangan. Termasuk juga para petani, pengusaha, pekerja, aktivis lingkungan, kaum-kaum intelektual, mahasiswa, guru, dokter, perawat dan seluruh tenaga medis yang kita tahu betapa susah payahnya mereka berjuang di masa pandemi demi kehidupan. Maka berjuang dan berkorban menjadi sebuah kewajiban bagi mereka-mereka yang menginginkan kebaikan di masa mendatang.

Perjuangan dan pengorbanan adalah kata-kata yang sangat biasa kita dengar. Tapi maaf. Tidak semua bisa dan mau melakukan.

Karena itulah kita menghargai jasa Pak Subari. Penghargaan setinggi-tingginya juga kita haturkan kepada Mbah Sadiman, yang selama 25 tahun menghijaukan bukit-bukit tandus di Wonogiri. Pak Ridwan Sururi yang dengan kudanya berkeliling membawa buku untuk anak-anak desa di lereng Gunung Slamet.

Kita juga dibuat kagum pada dr. Lie Darmawan dengan rumah sakit apungnya di Nusa Tenggara Barat. Sudah 200 ribu pasien di pulau-pulau terpencil sana ia obati dengan cuma-cuma. Dan kita juga patut berbangga karena di tengah-tengah kita juga hadir Mas Jafar Làbib. Yang dengan segala kreativitasnya, beliau mampu menghasilkan karya luar biasa dari sampah plastik. Bahkan karya tersebut dijadikan salah satu merchandise pada G20 di Bali.

Bapak ibu yang saya hormati. Begitu banyak medan pertempuran yang harus kita menangkan. Setiap kita, setiap tetes keringat bahkan darah kita, dibutuhkan Negara.

Namun untuk memenangkan pertempuran ini, tak cukup kita hanya punya niat. Kita juga butuh strategi sebagai arah perjuangan. Agar kita tidak membangun dengan asal-asalan. Agar potensi sumber daya manusia dan kekayaan alam yang kita punya, tidak dikelola serampangan.

Pada sektor pendidikan umpamanya. Jika kita sudah menentukan kemajuan dan modernitas yang berbasis kebudayaan sebagai hilir, di sepanjang arus sungai itu harus kita siapkan agar air bisa mencapai tujuan akhir. Maka universitas, lembaga-lembaga pendidikan bisa menjadi bendungan atau waduk yang menjaga suplai segala kebutuhan. Karena sifatnya sebagai penopang utama kebutuhan kehidupan, peningkatan kualitas universitas dan lembaga pendidikan menjadi sebuah kewajiban. Guru, dosen, peneliti memegang peran kunci. Maka peningkatan kualitas mereka adalah hal yang pasti. Infrastruktur, seperti ruang apresiasi, laboratorium dan ruang praktek harus kita perbanyak dan disesuaikan zaman yang terus bergerak. Agar para siswa maupun mahasiswa terpancing dan tertantang untuk mempelajari aneka ragam kemajuan. Jangan sampai pendidikan mengalami kemunduran justru karena peraturan atau kebijakan yang selalu diubah tidak karuan.

Dari peningkatan kualitas pendidikan itu, semua prasyarat kemakmuran bisa kita penuhi. Dari sektor pertanian misalnya. Bukan cuma swasembada atau kemandirian. Menjadi negara lumbung pangan dunia saja kita bisa. Bicara soal subtitusi pangan. Kita punya padi, porang, jagung, sagu, ubi-ubian sampai sorgum. Dari hasil itu, kita bisa menyiapkan berbagai macam alternatif sumber karbo yang jadi dasar makanan pokok masyarakat dunia. Maka universitas dengan seluruh ilmuwannya harus diberi tugas untuk mewujudkan itu.

Pertama, bagaimana cara meningkatkan produksi. Hasil melimpah, dengan masa tanam rendah, tapi dengan kualitas terbaik.

Kedua, bagaimana melahirkan sebuah alternatif atau subtitusi. Jika kita tidak punya gandum, kita masih punya porang dan ubi untuk memproduksi tepung.

Ketiga, bagaimana kita mengelola agar potensi ini ditangkap dunia industri. Bukan hal yang mustahil, mie yang kita konsumsi dan sudah tembus pasar ekspor itu kita subtitusi bahan dasarnya dari gandum ke porang atau ubi. Sistem serupa, juga mesti kita ciptakan pada komoditas-komoditas lain. Mulai dari tanaman-tanaman hortikultura sampai tanaman perkebunan. Termasuk pula yang mesti kembali kita optimalkan adalah rempah-rempah. Jika dulu nenek moyang kita dijajah karena rempah-rempah, maka saat ini kita mesti meraih kejayaan dengan rempah-rempah atau emas murni dari nusantara itu.

Bapak ibu hadirin sekalian. Negara kita ini 62 persennya terdiri dari lautan dan perairan, berarti 38 persen sisanya adalah daratan. Jika dari daratan yang luasnya segitu saja punya potensi yang sangat besar, apalagi jika kita bicara soal kelautan. Termasuk di dalamnya ada perikanan, garam, minyak, pasir besi, rare earth, energi surya dan masih sangat banyak lagi potensi lainnya yang bisa kita optimalkan.

Tapi bapak ibu. Semua potensi itu bisa kita manfaatkan secara optimal, jika sektor pendidikan kita dikelola dengan benar. Karena pendidikanlah sumber kemajuan. Dari dunia pendidikanlah kita mengetahui apa bisa jadi apa, untuk apa, dan manfaatnya apa.

Itulah arah perjuangan yang harus kita siapkan.

Maka sungguh disayangkan jika ada di antara kita yang masih berleha-leha dan berpangku tangan. Sungguh menyedihkan, jika masih ada yang korupsi, memanfaatkan jabatan dan kekuasaan untuk mengeruk kekayaan pribadi. Malu kita pada Pak Subari.

Semua orang memang butuh untuk mencukupi perekonomian dan penghidupan. Tapi beliau berpikir dan berbuat lebih jauh agar kelak, di masa-mendatang anak cucu di kampungnya tidak kebingungan mencukupi pengairan untuk lahan pertanian. Dengan sumbangsih beliau, embung itu saya namakan Embung Subari. Agar di desanya nanti, mampu mandiri pangan dan ekonomi. Sebagaimana yang kita cita-citakan untuk Republik ini.

Dan mengakhiri pidato ini, saya ingin mengundang Pak Subari ke podium ini. Sengaja beliau saya hadirkan di Upacara Hari Pahlawan 2022 di Lapangan Pancasila, agar semua bisa melihat sosok pahlawan hari ini. Monggo Pak Subari…

(dialog singkat)
“Pak Subari, mewakili seluruh rakyat saya mengucapkan terimakasih atas ketulusan dan pengorbanan bapak sekeluarga…”
(Pak Subari kembali duduk)

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

*Ini adalah naskah pidato Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Hari Pahlawan, 10 November 2022