Terbit
21/11/2022
Diperbarui
21/11/2022

Ketegasan Menolak Impor, Hingga Bawa Jawa Tengah Jadi Sentra Produksi Bawang Merah Nasional

Dulu para petani banyak yang menunda penjualan dan membiarkan hasil panennya disimpan di lumbung karena gempuran bawang impor.

Dulu Jawa Tengah sempat mengandalkan bawang merah impor. Nyaris kebutuhan warga dicukupi oleh hasil panen petani dari negeri seberang. Sementara petani lokal hanya bisa pasrah. Mereka banyak yang menunda penjualan dan membiarkan hasil panennya tersimpan di lumbung.

Maklum, saat itu kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih rendah dari lokal. Namun kini nasib petani bawang merah perlahan-lahan sudah jauh lebih baik.

Sejak pertama dilantik menjadi gubernur, Ganjar Pranowo memang telah menunjukkan kepeduliannya pada petani.

Dia dengan tegas menolak impor bawang merah. Bahkan sejak masa kampanye Ganjar sudah menentukan sikap untuk mengandalkan bawang merah hasil pertanian Jawa Tengah.

"Inilah masalah petani bawang. Kalau 'brambang' saja tidak mampu menyediakan, negara mau jadi apa, bagaimana nasib petani kita," katanya seperti dilansir dari Bisnis.

Berkat ketegasanya itu, para petani makin semangat meningkatkan produktivitas bawang merah. Tak hanya kualitas, namun juga kuantitas. Ganjar pun kembali memberi dukungan lewat kemudahan mengakses pupuk bersubsidi.

Hasil perjuangan Ganjar lambat laun mulai menunjukkan hasil. Pada 2021 kemarin, Jawa Tengah menyandang predikat sebagai sentra produksi bawang merah terbesar nasional.

Para petani di Jawa Tengah bisa memanen sebanyak 564.255 ton bawang merah. Angka itu membawa Jawa Tengah menyumbang lebih dari seperempat produksi bawang merah nasional pada 2021.

Bila dikalkulasi, produksi bawang merah di bawah kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo saat itu setara dengan 28,15 persen dari total produksi nasional yang mencapai 2 juta ton.

Terus Beri Pendampingan

Kehadiran pemerintah senantiasa diharapkan oleh masyarakat, lebih-lebih jika dalam kondisi sulit. Dari sana, pemerintah kemudian dituntut melahirkan kebijakan yang solutif.  

Begitu juga ketika petani bawang merah di Brebes menghadapi masalah, yakni menurunnya produktivitas. Ganjar nyatanya tidak abai. Ia langsung turun untuk mengetahui akar persoalan. Ia menyambangi para petani di Desa Krasak dan berdialog dengan mereka.

Apalagi penurunan produktivitas ini berdampak besar. Menyebabkan harga bawang merah di pasar melonjak tinggi, dan berkontribusi pada inflasi di Jawa Tengah.

Dari berdialog dengan petani itulah kemudian diketahui bahwa anjloknya produktivitas terjadi karena salah satunya akibat kerusakan lahan pertanian, seperti berkurangnya unsur hara tanah menjadi keras. Di samping itu, faktor cuaca juga turut menyumbang munculnya persoalan ini.

Ganjar segera mengambil tindakan dan memerintahkan semua pihak terlibat mengatasi masalah itu. Termasuk Dinas Pertanian Jateng yang diminta untuk terus melakukan pendampingan.

"Kita harapkan nanti kampus juga dilibatkan. Nanti generasi mudanya, Poktan, dan Gapoktan, kita siap untuk melatih mereka. Tujuannya agar tanah ini bisa dijadikan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, bisa padi, bawang merah," jelasnya, seperti diberitakan Detikcom.

Ganjar juga mengingatkan petani untuk tidak berlebihan dalam menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Ini tak lain agar kerusakan lahan bisa diminimalisir.

Salurkan Subsidi Bea Transportasi

Subsidi bea transportasi diberikan Ganjar Pranowo saat produktivitas pertanian turun yang menyebabkan naiknya harga di pasar. Dengan penyaluran ini, selain meringankan beban distribusi petani, juga turut andil dalam menstabilkan harga bagi konsumen.

Bantuan tersebut diberikan melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah.

Saat produksi bawang merah menurun, bantuan tersebut pun digelontorkan. Nilai bantuannya Rp. 1500 untuk per kilogram bawang merah.

Ketua Gapoktan di Brebes, Wiyono mengapreasi kebijakan itu. Ia menyadari, skema tersebut merupakan upaya pemerintah yang hadir saat harga pangan naik. Dengan demikian, beban harga tidak harus ditanggung oleh konsumen.

“Yang jelas untuk distribusi kan ada biayanya, misalnya dari Brebes ke Semarang. Di situlah pemerintah hadir, sehingga harga dari kami petani dan konsumen tidak njomplang, karena ongkos distribusinya, kami sudah dibantu,”  ujar petani bawang asal Desa Krasak, Brebes tersebut.

Karena manfaatnya yang besar, Wiyono bahkan berharap, bantuan subsidi ini bisa terus diberikan tak hanya saat produksi menurun.

"Kami maunya berkelanjutan (program pemerintah). Baik saat harga komoditas murah maupun sedang mahal,” imbuhnya.