Terbit
14/4/2022
Diperbarui
30/8/2022

Masa Kecil Ganjar (3): Pindah ke Kota Leluhur

Kutoarjo adalah tempat lahirnya Parmudji, bapaknya Ganjar. Dari sinilah, Ganjar mulai tumbuh menjadi remaja.
Humas Provinsi Jateng

DISINARI lampu petromaks, di sebuah malam, Parmudji dan Sri Suparni mengumpulkan anak-anaknya. Keduanya ingin mengutarakan sesuatu yang penting.

Berat rasanya ingin menyampaikan ke anak-anak, karena bakal mengingatkan memori dengan kejadian sebelumnya. Tapi, perpindahan kali ini karena tugas dinas. “Begini, kita semua akan pindah rumah lagi,” ujar Parmudji membuka pertemuan itu, seperti digambarkan oleh novelis Gatotkoco Suroso dalam “Anak Negeri: Kisah Masa Kecil Ganjar Pranowo”.

“Di sana bapak sudah membeli rumah. Ya, tapi masih harus diperbaiki,” Parmudji menambahkan.

Di keluarga besarnya, Parmudji selalu menekankan pentingnya musyawarah. Hal sekecil apa pun, pasti dirembug bareng. Ganjar ingat petuah bapaknya, bahwa musyawarah melatih menjadi pribadi bijaksana, bisa mengeluarkan pendapat, serta bersikap sabar.

Kutoarjo bukanlah daerah asing bagi Parmudji. Karena di sinilah, ia dilahirkan. Jangan dikira rumah barunya itu lebih baik. Kondisinya tak jauh berbeda dengan di rumah kontrakan di Karanganyar, tapi kali ini setidaknya lebih baik—tidak berdampingan di gudang gamping, hanya terletak di sebuah gang. Rumah itu sangat sederhana.

Ganjar kecil tak paham mengapa harus pindah rumah lagi. Yang ia pikirkan ialah kali ini harus benar-benar berpisah dengan teman-temannya, geng lima sekawannya: Dowig, Kamso, Joko, dan Ngadimin. Mereka dan Tawangmangu sudah terlalu banyak memberikan bekas tersendiri dalam hidup. Kebanggaan sebagai anak gunung di lereng Lawu, bagaimana pun, tak akan pernah lepas dariku, kata Ganjar.

Perpindahan besar itu terjadi di saat Ganjar kelas V. “Rombongan kami terdiri atas satu truk yang membawa barang-barang dan satu mobil Colt yang kami tumpangi…badan kami sesekali terguncang. Aku sangat menikmati perjalanan ini walaupun harus duduk berdesak-desakan. Jarang sekali kami pergi sekeluarga,” kata Ganjar.

Di Kutoarjo, ia masuk kelas VI di SD Negeri 1 Kutoarjo. Meski hanya setahun, seperti halnya anak-anak lain, Ganjar mengalami masa bermain yang seru hingga pernah disetrap, dihukum, oleh gurunya karena kenakalan-kenakalannya. Ia pernah harus membersihkan bangku dan meja hingga dikethak (dijitak) oleh gurunya karena tidak bisa mengerjakan soal Matematika.

Dalam novelnya, Suroso menceritakan bagaimana Ganjar ditertawakan satu kelas saat memperkenalkan diri sebagai siswa baru.

Di hari pertama ia bersekolah itu, perasaan Ganjar campur aduk. Jantungnya berdebar takkeruan, rasa bingung, ragu, dan malu campur aduk menjadi satu.

“Selamat pagi, teman-teman. Nama saya Ganjar, pindahan dari Tawangmangu. Matur nuwun,” ujar Ganjar menyelesaikan perkenalannya. Saking groginya, kakinya gemetaran dan kepalanya pleng-plengan.

Kenalan atau lari-lari, kok kayak diburu hantu, kata seorang siswa berkomentar. Praktis, satu kelas ger-geran, tertawa terbahak-bahak.

Kutoarjo menjadi peralihan Ganjar dari anak-anak menjadi remaja.  Setelah lulus SD, Ganjar diterima di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kutoarjo.

Di usia remaja itu, Ganjar sebagai anak lelaki terakhir bersama kakaknya, Joko, bekerja keras membantu ibunya berjualan. Meski pindah tugas dinas, gaji Parmudji sebagai polisi tidak seberapa. Istrinya pun terpaksa membuka warung kelontong dan bensin eceran untuk menambah pendapatan.

Salah satu tugas Ganjar ialah berjualan bensin. Setiap shalat Subuh, ia kulakan bensin di pom bensin Andong. Kemudian, ia memindahkan bensin tersebut ke kemasan-kemasan botol literan. Ia juga yang melayani dan menuangkan bensin ke tangki motor pembeli.

Di sebuah obrolan bersama Anang Hermansyah dan Ashanty pada 2021 di saluran YouTube, Ganjar sempat menceritakan kenangan masa kecilnya. Termasuk, ia bercerita tentang utang-utang bapaknya, yang dipakai untuk membiayai hidup keluarga, baru lunas ketika anak-anak mulai lulus sekolah dan bekerja. Bahkan, ketika dirinya telah menjadi anggota DPR, bersama saudara-saudara lain, melakukan patungan untuk membayar utang tersebut.[]AN

Terkait:

1] Masa Kecil Ganjar (1): Anak Lereng Lawu

2] Masa Kecil Ganjar (2): Sungkowo ke Pranowo