Terbit
13/4/2022
Diperbarui
13/8/2022

Menyongsong Generasi Pemimpin Baru

Pranowo dianggap sebagai sosok pemimpin yang mampu membangun kedekatan visual dengan pemilih pemula.
Freepik.com

INDONESIA, sebagaimana negara-negara lain di dunia, sedang mengalami perubahan generasi. Dari generasi tradisionalis ke generasi Alpha atau iGeneration. Dari sisi struktur sosial, kedudukan generasi tua (tradisionalis dan baby boomers, lahir 1940-an hingga 1970-an) relatif telah tergantikan posisinya oleh generasi Y (1981-1994) dan generasi Z (1995-2010).

Namun, yang terjadi di dunia politik tidak demikian. Hingga kini masih terasa adanya rebutan ruang politik-demokrasi antara generasi tradisionalis dan baby boomers– yang sering disebut generasi tua – dengan generasi X, Y, dan Z. Hampir tidak ada pemimpin parpol saat ini yang benar-benar datang dari generasi Z.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Moch Nurhasim mengatakan, pemimpin politik Indonesia rata-rata masih di bawah ”cengkeraman” para oligark – orang-orang tua kelahiran 1940-an dan 1970-an. Hanya sedikit pemimpin politik andal yang kelahiran 1980-an atau berusia 35-50 tahun.

Urusan menjadi kontras karena, sering kita baca, Indonesia berpeluang menikmati bonus demografi. Masalahnya, kenaikan angka penduduk tersebut tidak paralel dengan lahirnya tokoh-tokoh yang layak menjadi pemimpin politik. Tokoh yang ”itu-itu saja” merupakan paradoks bonus demografi dalam pembangunan politik.

Secara filosofis dan sosiologis, masih meminjam Nurhasim, generasi politik perlu disiapkan agar sebuah bangsa tidak menghadapi krisis kepemimpinan politik. Perlu terobosan dan keberanian untuk mengesampingkan kepentingan sesaat maupun ambisi kelompok yang terlalu besar sehingga mengesampingkan kepentingan bangsa.

Fenomena munculnya nama-nama tokoh sebagai calon presiden yang maju berulang kali dengan polesan politik pencitraan telah menjebak politik lima tahunan kita sebagai kontestasi politik yang terkelabui. Pada titik ini, Pilpres 2024 hendaknya kita siapkan betul sebagai momentum untuk melakukan transisi kepemimpinan politik, dari generasi tradisionalis ke generasi di bawahnya.

Jika merujuk beberapa hasil survei, nama Ganjar Pranowo kerap disebut sebagai capres paling diminati generasi milenial dan generasi Z. Ganjar biasanya disandingkan dengan pemimpin lain yang usianya sepantaran. Ini sejalan dengan perkiraan banyak kalangan, bahwa capres dan cawapres dalam Pilpres 2024 akan didominasi oleh kandidat muda yang saat ini memiliki jabatan publik.

Fenomena pergantian generasi kepemimpinan politik dianggap wajar, karena masyarakat ingin melihat transisi kepemimpinan nasional di 2024 dan tidak memiliki keterikatan dengan masa lalu. Figur baru dan muda juga diharapkan dapat melakukan estafet kepemimpinan nasional.

Peneliti dari Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati berpendapat, munculnya kandidat pemimpin dari kalangan muda disebabkan oleh menguatnya persepsi pemimpin populis.

Calon pemilih pemula tidak lagi memilih berdasarkan tolok ukur karismatik, jargon atau dinasti politik, seperti pada era sebelumnya. Pemilih milenial dan generasi Z juga tidak suka dengan sesuatu yang formal dan terlalu simbolis. Mereka menginginkan yang realistis.

Nama Ganjar Pranowo termasuk paling menonjol dalam survei yang dilakukan berbagai lembaga survei politik. Salah satunya, dipicu oleh aktivitasnya di berbagai platform media sosial yang digemari calon pemilih milenial. Tentu, hal itu tidak mengingkari fakta, di mana semua tokoh politik juga gencar dan serius menggarap media sosial.

Selain merakyat dan dekat dengan rakyat, Ganjar dinilai merepresentasikan calon pemilih pemula yang nasionalis, mampu menyelesaikan masalah, dan ingin perubahan. Ganjar dianggap sebagai sosok pemimpin yang mampu membangun kedekatan visual dengan pemilih pemula.

Masih di kalangan calon pemilih pemula, Ganjar juga dinilai berhasil membangun narasi kalangan yang termarjinalkan. Kaum marjinal yang membuat publik bersimpati ke Ganjar ini mirip dengan jejak Jokowi ketika maju di Pilpres putaran pertama dan kedua.

Terakhir, jangan lupa, Pemilu 2024 dilakukan secara serempak. Elektabilitas parpol akan sangat ditentukan oleh siapa pasangan capres dan cawapres yang diusung. So, ideologi dan platform partai sudah tidak terlalu berpengaruh lagi.[]