Terbit
15/8/2022
Diperbarui
22/8/2022

Para Santri adalah Benteng Negeri

Saya yakin selama masih ada para santri yang membentengi, para pengacau tidak akan mampu memporak-porandakan negeri ini.
Ilustrasi. Foto: freepik.com
Ganjar Pranowo

SUATU ketika saya keliling ke Kabupaten Banjarnegara. Di sana bertemu simbah-simbah. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, simbah itu bertanya saya aslinya orang mana.

Saya jawab, saya lahir di lereng Gunung Lawu. Di Tawangmangu. Sedangkan istri saya dari Kalijaran, Purbalingga.

Mendengar jawaban itu simbahnya malah kaget dan bertanya lagi: Kalijaran di mananya? Sebelah mananya Mbah Hisyam?

Saya jawab, istri saya itu cucunya Mbah Hisyam.

Mendengar itu saya langsung dipeluk dan diciumi. Ternyata mbah itu santrinya Mbah Hisyam yang ada di Kalijaran. Simbah itu cerita banyak tentang almarhum Mbah Hisyam. Termasuk bercerita bagaimana pondok pesantren Kalijaran itu dulu dijadikan markas perjuangan di masa penjajahan.

Perjuangan kiai dengan santrinya, bahkan terus berlanjut meski kemerdekaan sudah diproklamasikan. Apalagi setelah Kiai Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945.

Gerakan kiai dan santri terjun ke medan perang ini tersebar ke berbagai penjuru nusantara. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada komunitas lain, memang sudah semestinya negara memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para santri, para ulama, dengan menganugerahkan satu hari khusus untuk diperingati sebagai Hari Santri.

Mereka bukan angkatan perang, tetapi berani terjun ke medan perang. Kita tidak tahu berapa puluh santri yang gugur untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Saya berharap pemberian penghargaan itu tidak membuat terlena para santri di seluruh negeri. Saya menganggap resolusi jihad yang dikumandangkan Kiai Hasyim Asyari masih berlaku hingga kini. Jihad mempertahankan NKRI yang diserukan kepada para santri akan tetap berlaku sampai kapan pun.

Bung Karno pernah mengatakan bahwa peperangan yang kita hadapi akan lebih berat karena harus berhadapan dengan bangsa sendiri. Buktinya, ada sebagian dari kita menebar teror di mana-mana. Menyebar hoaks dan ketakutan kapan saja. Memusuhi bahkan menyerang saudara sendiri. Sentimen kelompok, bahkan agama dijadikan senjata.

Jika keadaan sudah seperti itu, maka pasukan ampuh yang bisa mengatasi salah satunya adalah santri.

Jika kelompok penebar teror bertindak mengatasnamakan ajaran agama, maka para santrilah yang bisa meluruskan pemahaman agama mereka.

Saya yakin selama masih ada para santri yang membentengi, para pengacau tidak akan mampu memporak-porandakan negeri ini.

Namun, masih banyak juga "PR" yang harus kita lakukan agar para santri semakin kuat. Tradisi keilmuan yang diajarkan di pondok pesantren mesti terus diugemi para santri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Karena pondok pesantren tidak melulu harus melahirkan pendakwah atau kiai.

Contohnya sudah banyak. Santri jadi gubernur, ada. Yang jadi menteri, banyak. Bahkan Gus Dur itu santri bisa jadi presiden.

Karena itu, perlu kita perbanyak kerja sama antara pondok pesantren dengan perguruan tinggi manapun. Bisa berupa beasiswa pendampingan pembelajaran atau pelatihan-pelatihan lanjutan bagi santri. Saya kira itu bukan mimpi yang berlebihan.

Segala prasyarat kita punya. Semangat sudah ada. Sekarang, zaman sedang menimbang seberapa keberanian kita untuk merealisasikan.

Saya yakin para santri mampu jadi penebar keberanian menuju mimpi itu. Selamat Hari Santri. Tetap semangat dan terus jaga kewarasan.[]


Naskah ini petikan dari "Ruang Ganjar" yang diunggah di YouTube Ganjar Pranowo.