Penerus Jokowi untuk Keberlanjutan Ekonomi
.jpeg)
PERIODE kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo tercatat sebagai masa yang sulit dan penuh tantangan. Kita tahu, tak lama setelah dilantik, virus Covid-19 langsung menebar ancaman. Semua negara disibukkan dengan penanganan wabah, tidak terkecuali Indonesia.
Meski demikian, memasuki dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Indonesia berhasil mengatasi berbagai tantangan tersebut. Mengutip laporan berjudul ”Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh 2021” yang diterbitkan Kantor Staf Presiden (KSP), penyelamatan ekonomi Indonesia dari resesi mulai terlihat hasilnya.
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terbukti efektif meredam gangguan resesi. Hal itu juga dibuktikan melalui laju inflasi selama pandemi, yang berhasil ditekan hingga level 1,6 persen year-on-year (yoy) pada kuartal-III 2021. Hal serupa terjadi pada daya beli masyarakat yang terjaga baik selama pandemi, seiring kontraksi pada perekonomian, harga barang dan jasa.
Tidak hanya itu. Laju kemiskinan dan pengangguran juga bisa diatasi. KSP menjelaskan, kendali yang penuh "rem dan gas" itu berhasil meredam laju kemiskinan ekstrem dan pengangguran. Pada Februari 2021, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat 6,26 persen atau turun 0,81 persen dibandingkan data Agustus 2020.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) takkalah meyakinkan. Pada kuartal II/2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7,07 persen yoy secara tahunan. Dan, tercatat sebagai pertumbuhan kuartalan tertinggi sejak 2004.
Kepala BPS Margo Yuwono menerangkan, pertumbuhan tinggi tersebut disebabkan oleh dua faktor, yakni pemulihan ekonomi dan efek dari basis pertumbuhan ekonomi yang rendah pada kuartal II/2020. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi masih belum kembali ke jalur normal, seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Kalau melihat kedua laporan tersebut, sulit dimungkiri, itu sebuah pencapaian besar kepemimpinan Jokowi. Pertumbuhan ekonomi secara kuartalan tertinggi dalam kurun waktu 17 tahun, yang hampir menyamai kuartal IV/2004 dengan pertumbuhan 7,16 persen.
Hal itu sekaligus menunjukkan, kepemimpinan Jokowi positif dan adaptif. Terbukti berhasil mengembalikan pertumbuhan ekonomi, bahkan meningkat menjadi yang tertinggi di tengah kondisi ekonomi nasional yang tidak menentu.
Masih dalam situasi dilanda pandemi Covid-19, Jokowi juga berhasil membalikkan pertumbuhan ekonomi, menstabilkan nilai rupiah di level Rp14.000 per dolar Amerika Serikat, melanjutkan pembangunan infrastruktur serta meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
Yang menarik, menyusul prestasi di ranah ekonomi tersebut, mulai muncul survei yang terang-terangan menyebut kriteria presiden penerus Jokowi haruslah sosok pekerja dan kinerjanya terbukti mampu memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat.
Kriteria berikutnya, sang tokoh mesti sosok yang berpengalaman di birokrasi pemerintahan serta memiliki dukungan parpol yang kuat di DPR. Sementara sosok pemimpin yang merakyat atau dekat dengan rakyat, baru masuk pada kriteria terakhir.
Kita tak perlu berdebat, siapa sosokyang ”dibidik” lewat survei tersebut sebagai calon penerus Jokowi. Ganjar Pranowo sendiri memilih untuk lebih fokus melakukan serangkaian upaya pemulihan ekonomi Jawa Tengah yang, seperti provinsi lain, juga mengalami tekanan berat sejak pandemi Covid-19 pada awal 2020.
Upaya spartan dilakukan Ganjar beserta jajarannya, antara lain dengan mendorong investasi lewat berbagai terobosan. Mulai mempermudah perizinan, optimalisasi kawasan industri, meningkatkan ekspor, memajukan industri kreatif dan pertanian, serta mengembangkan sektor pariwisata.
Hasilnya, pada Triwulan II 2021, perekonomian Jawa Tengah secara umum telah mengalami perbaikan. Rilis BPS tanggal 5 Agustus 2021 mencatat ekonomi Jawa Tengah pada Triwulan II 2021 tumbuh 5,66 persen yoy. Jauh lebih baik dibandingkan dengan Triwulan I 2021, yang saat itu mengalami kontraksi.
Ganjar menargetkan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2022 harus naik dari 3,93 persen menjadi 5,20 persen. Angka kemiskinan harus turun dari 11,42 persen menjadi 10,27 persen, dan angka pengangguran juga mesti turun dari 5,96 persen menjadi 5,88 persen.
Ada optimisme di balik penyebutan angka-angka itu. Optimisme yang lahir dari pemimpin yang paham masalah, tahu solusi, dan strategi mengeksekusinya.[]