Terbit
12/4/2022
Diperbarui
13/8/2022

Kerja Keras Ganjar Hidupkan Bandar Udara

Mimpi itu akhirnya terwujud. Jawa Tengah mengoneksikan antardaerah melalui jalur udara.
Bandara Ngloram di Blora. Foto: Media Indonesia/Akhmad Safuan
AN

MIMPI itu akhirnya terwujud. Jawa Tengah mengoneksikan antardaerah melalui jalur udara. Enam bandara berdiri megah di provinsi yang berada di tengah-tengah pulau Jawa Ini.  

Dua bandara internasional, yaitu Jenderal Ahmad Yani di Semarang dan Adi Soemarmo di Solo, lalu Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga, Bandara Tunggul Wulung (Cilacap), Bandara Ngloram (Blora), dan Bandara Dewandaru (Pulau Karimunjawa, Jepara).

Tanpa kerja keras dan upaya yang gigih mustahil menghidupkan bandara-bandara tersebut. Adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, yang menjadi sosok di balik pendorong terkoneksinya jalur udara di Jateng.

Bandara Jenderal Besar Soedirman, misalnya. Butuh waktu selama 15 tahun sampai akhirnya bisa melayani publik. Bandara ini awalnya sbagai pangkalan udara milik TNI Angkatan Udara, dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1938, dikenal dengan sebutan “Wirasaba”.

Pada 2015, lanud berubah status dari tipe D menjadi tipe C. Di tahun berikutnya, namanya berganti menjadi Bandara Jenderal Soedirman sekaligus penyerahan pengelolaandari TNI AU kepada PT Angkasa Pura II. Perubahan nama ini sekaligus mengoperasikan bandara secara komersial pada 1 Juni 2021.

Enam tahun sebelum status komersial, Ganjar pernah bercerita bagaimana peliknya mau mengembangkan Wirasaba. Surat-surat terkait rencana pengembangan bandara yangdikirimkan ke menteri perhubungan, kala itu dijabat Ignasius Jonan, selalu kandas.

“Saya tiga kali mengajukan surat ke menteri perhubungan, tiga-tiganya ditolak,” kata Ganjar kala itu.

Ia pun menelpon langsung sang menteri, tapi mendapatkan jawaban: bandara tidak visible. Dianggap terlalu dekat dengan Bandara Tunggul Wulung di Cilacap. Ini tak masuk akal bagi Ganjar, sebab bandara Yogyakarta dan Solo, keduanya berdekatan, tapi bisa beroperasi bersama.

Pembangunan bandara Purbalingga bukan semata-mata kerja Ganjar, tapi juga perjuangan dari para bupati, seperti Purbalingga, Banyumas, Kebumen, Pemalang, Banjarnegara, dan Cilacap.

Dibangun kembali pada 2019, bandara akhirnya bisa dioperasikan pertengahan 2021. “Ini seperti the dream come true. [Perjuangannya] sejak saya masih anggota DPR RI…,” ujar Ganjar di sela-sela penyambutan Presiden Joko Widodo meninjau bandara pada 11 Juni 2021.

Ganjar memiliki keyakinan bahwa bandara Purbalingga, yang mampu menampung 500.000 per tahun, bisa mendongkrak ekonomi di barat daya Jawa Tengah. Paket-paket wisata, kuliner, dan kerajinan bisa menjadi strategi untuk menggaet penumpang dari Jakarta dan Surabaya—sesuai rute Citilink yang beroperasi saat ini.

"Ini momentum untuk wilayah-wilayah Selatan, khususnya eks Karesidenan Banyumas, bangkit," kata Ganjar.

Selain di Purbalingga, kerja keras Ganjar bersama bupati Blora juga dibuktikan untuk Bandara Ngloram di Blora. Setelah perjuangan pembangunan oleh Kementerian Perhubungan sejak 2019, bandara ini diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 17 Desember 2021.

Pengembangan bandara ini sebetulnya sudah diimpikan sejak lama. Di era 70-an, bandara ini aktif sebagai lapangan terbang khusus dipakai PT Pertamina, lalu nonaktif pada 1984. Pada 2018, aset milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu dialihkan ke Kementerian Perhubungan untuk dijadikan bandara umum. Landas pacu bandara kini 1.500 meter dengan lebar 30 meter.

Bagi Ganjar, Bandara Ngloram mempermudah akses warga di sekitar Blora, seperti Bojonegoro, Tuban, Grobogan, dan Rembang. Ekonomi lintas daerah dan provinsi bisa berjalan baik.

"Bandara ini punya market bagus, sudah ada Blok Cepu sehingga bisa difasilitasi,” katanya. Yang dibutuhkan saat ini, katanya, butuh “create event”, seperti paket wisata atau lainnya untuk menghidupkan lalu lintas penerbangan.

Karena potensi wisata yang begitu besar di Jateng, Ganjar juga melirik bandara Dewandaru di Karimunjawa. Potensi keindahan pulau-pulau di wilayah Jepara ini bisa menarik wisatawan dari berbagai daerah, termasuk mancanegara. Sayangnya, akses ke Karimunjawa terganjal.

Selama ini untuk menjangkau pulau, pelancong harus menggunakan kapal laut dari pelabuhan di Jepara atau Semarang. Jumlah penyebarangan pun terbatas; beberapa kali dalam sepekan. Hal inilah yang mendorong Ganjar beserta pemkab setempat untuk mempermudah akses pelancong.

Meski telah beroperasi sejak 2018, bandara yang diambil dari nama pohon dewandaru masih sederhana dan perlu pengembangan lagi. Karena keberhasilan pembangunan Ngloram, pemerintah akan merombak Dewandaru.

Dalam rencana strategis Kementerian Perhubungan2022, Dewandaru bakal dikoneksikan ke Yogyakarta, demi menarik pasar yang besar. Kini terminal baru sedang dibangun sejak Januari 2022. Pemprov Jateng juga telah membebaskan lahan 1,6 hektare untuk gedung terminal penumpang. Dalam rencana induk bandara, kebutuhan lahan mencapai 22,19 ha.

Bandara Dewandaru menawarkan pesona keindahan alam. Dilihat dari atas, bandara ini dikelilingi hijaunya hutan, birunya laut, sehingga membuat siapa saja yang memandang pasti kesengsem mengabadikannya. Memandang dari atas, keelokan Karimunjawa boleh diadu dengan destinasi alam di negeri lain.[]