Terbit
31/8/2022
Diperbarui
1/9/2022

Masa Kecil Ganjar (4): Puisi dari Guru Masa Kecil Ganjar

“Saya tidak mengira Mas Ganjar itu akan jadi gubernur,” kata Wagiyo saat ditemui di rumahnya yang sederhana di Tawangmangu
Meski sudah berusia 73 tahun, Wagiyo Suratno membaca baris demi baris puisi hasil karyanya dengan penuh letupan semangat. Foto: Ganjarpranowo.com | AN
Di waktu kami haus pimpinan
Engkau hadir di depan kami
Membawa udara segar
Dengan wajahmu pesona
Satu per satu kau bina bangsa ini
Indonesia menjadi bangsa besar
 
Rasionalmu yang cerdas
Membuat diriku seakan bangun dari mimpi
Senyum manismu mempesona
Siapa itu, Mas Ganjar Gubernur inti
Yang akan membawa bangsa ini sejahtera

Mas Ganjar Pranowo
Engkaulah pemimpin kami
Sepanjang hidup akan kukenang

MESKI sudah berusia 73 tahun, Wagiyo Suratno membaca baris demi baris puisi hasil karyanya dengan penuh letupan semangat. Kalimat demi kalimat disusunnya dengan penuh penghayatan.

Sesekali bibirnya terlihat bergetar saat membaca puisi yang ditulisnya khusus untuk Ganjar Pranowo beberapa tahun lalu. Dalam puisi itu, tergambar jelas rasa bangga, juga doa dan harapannya untuk Ganjar.

Wagiyo pantas berbangga hati. Salah satu anak didiknya kini telah menjadi Gubernur Jawa Tengah.

Saat ditemui tim penulis Ganjarpranowo.com di kediamannya pada akhir Mei 2022, ingatan Wagiyo melenting ke tahun 1976 dan 1977, ketika dia menjadi guru Ganjar di kelas 2 dan 3 SD 2 Tawangmangu, Kabupaten Karangayar, Jawa Tengah.

Di sekolah yang terletak di lereng Gunung Lawu itu Ganjar mengenyam pendidikan hingga kelas 5, sebelum keluarganya pindah ke Kutoarjo, Kabupaten Purworejo.

Di mata Wagiyo, Ganjar kecil adalah sosok yang cerdas, penurut, taat, patuh, dan pendiam.

Namun begitu, Ganjar selalu dapat menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik dan mendapat nilai bagus, terutama untuk mata pelajaran IPS dan Pendidikan Kewarganegaraan.

“Saya tidak mengira Mas Ganjar itu akan jadi gubernur,” kata Wagiyo saat ditemui di rumahnya yang sederhana di Dukuh Krangean, Desa Nglebak, Kecamatan Tawangmangu.

Ada satu hal yang masih melekat di ingatan Wagiyo tentang Ganjar. Saat duduk di kelas 3, Ganjar kebagian masuk siang karena sekolahnya hanya punya tiga ruangan.

Beberapa kali saat hujan turun, Ganjar datang ke sekolah dengan kaki penuh lumpur. Sementara sepatunya hanya dijinjing di tangan.  Melihat hal itu, Wagiyo lalu bertanya kenapa Ganjar tak memakai sepatunya.

“Dijawab, kalau sepatunya dipakai hujan-hujan akan mudah rusak, makanya dijinjing saja, sampai sekolah baru dipakai,” kenang Wagiyo.

Di lain waktu, Wagiyo menemukan Ganjar dan teman-temannya sedang mencari ikan di tempat pemandian alam di Jimberan. Saat itu, Ganjar bersama Kamso, Ngadimin, Kliwon dan beberapa temannya yang lain.

Wagiyo pun mengingatkan mereka agar berhati-hati.  Selain karena air di lereng Gunung Lawu itu cukup dingin, Wagiyo khawatir mereka terpeleset.

Setelah lama tak bertemu, pada awal Juni 2019 bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, Wagiyo mendapat kejutan.

Hari itu sesosok pria jangkung datang ke rumahnya mengendarai sepeda motor. Dialah Ganjar Pranowo, anak didiknya dulu. Kediaman Wagiyo berjarak sekitar 10 menit perjalanan dari rumah masa kecil Ganjar.

Mendapat kunjungan tak terduga dari muridnya itu, Wagiyo merasa senang sekaligus terharu. Dipeluknya Ganjar erat-erat. Matanya berkaca-kaca.

Bagi Wagiyo, kedatangan Ganjar hari itu menunjukkan satu hal: anak didiknya yang kini menjadi orang nomor satu di Jawa Tengah itu tidak lupa kepada orang-orang yang pernah berjasa dalam hidupnya. Mereka pun larut dalam cerita kenangan masa lalu.

“Saya tentu bangga, anak saya yang sudah berhasil, masih ingat sama gurunya. Senang sekali, bangga pokoknya, meski sudah jadi Gubernur tidak lupa sama saya. Anak seperti Mas Ganjar ini jarang sekali, mungkin seribu berbanding satu. Terima kasih sudah mau mengunjungi saya,” kata Wagiyo seperti terekam dalam video yang diunggah di kanal YouTube Ganjar Pranowo pada 12 Juni 2019.

Keduanya kembali bertemu lebaran tahun ini. Ketika itu Ganjar menggelar open house di rumah masa kecilnya di Tawangmangu. Wagiyo ikut hadir berbaur bersama teman-teman masa kecil Ganjar.

Dalam pertemuan kali ini, Ganjar menyampaikan cerita yang mengejutkan. Katanya, ada orang asing yang mengirimkan pesan WhatsApp, mengabarkan bahwa Wagiyo telah meninggal dunia.

Si pengirim pesan berharap Ganjar akan mengirimkan uang duka ke rekeningnya.  Untungnya, Ganjar tak percaya begitu saja. Ia mengontak temannya di Tawangmangu untuk mengecek kebenarannya. Selidik punya selidik, ternyata itu adalah penipuan.  

Saat bertemu kami dalam balutan udara dingin Tawangmangu, Wagiyo kembali mengutarakan rasa bangganya. Terlebih ketika dia mengetahui bahwa Ganjar mengedepankan prinsip kejujuran dan antikorupsi dalam memimpin Jawa Tengah.

Wagiyo pun teringat sebuah dolanan yang dulu sering dinyanyikannya di kelas sebagai pesan pengingat untuk Ganjar dan teman-temannya.

Kuwi opo kuwi
Ee..kembange melati
Sing tak pujo puji
Ojo dho korupsi
Marga yen korupsi negarane rugi
Piye mas piye,
Ojo ngono, ngono -gono kuwi

(Terjemahan: Itu apa itu /Si bunga melati/Yang ku puja puji/Jangan suka korupsi/Karena kalau korupsi/Negaranya rugi/Jangan mas begitu)  

“Semoga Allah mengabulkan permohonan kami agar Mas Ganjar dapat memimpin Indonesia,” kata Wagiyo dengan mata berbinar sebelum kami berpisah.[] YAS