Terbit
23/2/2023
Diperbarui
24/2/2023

Spirit Marhaenisme dan Sarinah Era Modern

Kursus kader perempuan itu lah yang menginspirasi saya untuk mempercayakan 8 posisi kepala dinas dari 23 dinas yang ada di Jawa Tengah kepada perempuan. Alhamdulillah dengan bantuan teman-teman kepala dinas perempuan, Pemprov Jateng berhasil memecahkan berbagai masalah akut.
Ilustrasi foto: Freepik.com
Ganjar Pranowo

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam Sejahtera untuk Kita Semua. Shalom. Om Swastiastu. Namo Buddhaya. Rahayu.

Merdeka!

Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan sekaligus Presiden Republik Indonesia ke 5, Prof. Dr (HC) Megawati Soekarnoputri yang kami hormati. Serta seluruh hadirin yang saya muliakan.

Hari ini kita semua berbahagia karena Ibu Mega berkenan hadir dalam pelantikan Ibu Hevearita Gunaryanti Rahayu atau akrab kita sapa Mbak Ita sebagai Walikota Semarang. Mewakili masyarakat Semarang dan Jawa Tengah, saya menghaturkan terimakasih sebesar-besarnya atas kehadiran Ibu. Keberadaan Ibu di tengah-tengah kami ini adalah suntikan energi luar biasa bagi kita untuk lebih bersemangat bekerja dalam melayani masyarakat.

Ibu Mega dan hadirin sekalian. Saat ini ada sembilan perempuan yang menjadi kepala daerah di Jawa Tengah. Dan tujuh di antaranya lahir langsung dari rahim PDI Perjuangan. Ada Mbak Tiwi di Kabupaten Purbalingga, Mbak Sri Mulyani di Kabupaten Klaten, Mbak Etik Suryani di Kabupaten Sukoharjo, Mbak Eisti di Kabupaten Demak, Mbak Sri Sumarni di Kabupaten Grobogan,  Mbak Yuni di Kabupaten Sragen, dan terakhir Mbak Ita. Mbak Ita ini sekaligus menjadi walikota perempuan pertama di Kota Semarang.

Nah, jika Jawa Tengah adalah provinsi dengan kepala daerah perempuan terbanyak, maka PDI Perjuangan adalah partai yang melahirkan kepala daerah perempuan terbanyak. Dari 43 kepala daerah perempuan di seluruh Indonesia, 14 diantaranya adalah kader PDI Perjuangan. Jika ditambah dengan 9 wakil kepala daerah, maka PDI Perjuangan kini memiliki 25 pemimpin daerah perempuan.

Saya rasa inilah manifestasi spirit Marhaenisme dan Sarinah di era modern. Sebab perempuan menurut Bung Karno adalah “yang mula-mula induknya kultur, dialah pembangun kultur yang pertama. Dia dan bukan laki-laki. Dialah pembentuk pembangun peradaban manusia yang pertama.”

Membaca kutipan Bung Karno di buku Sarinah tersebut, saya teringat sosok Kunti dalam epos Mahabharata. Dalam epos itu Kunti digambarkan sebagai perempuan yang tidak asal nerimo ing pandum, tapi juga sosok yang nggetih berjuang untuk rakyatnya sekaligus guru yang membangun kultur serta adab bagi anak-anaknya.

Dan kehebatan Kunti seperti menitis pada para kepala daerah perempuan. Mereka bukan saja mampu menjadi pesaing serius dalam hal prestasi, beberapa di antaranya malah lebih berani dan progresif daripada kepala daerah laki-laki. Mbak Sri Sumarni misalnya, ketikax kepala daerah lain bingung membiayai pembangunan sebab APBD nya sangat kecil, beliau melakukan terobosan brilian. Yakni mengajukan pinjaman Rp 115 miliar ke bank untuk percepatan pembangunan 19 kecamatan di Grobogan

Ada juga Mbak Sri Mulyani di Klaten, yang menggandeng BATAN atau Badan Tenaga Nuklir Nasional untuk mengembangkan padi rojolele. Lahirlah varietas Rojolele Srinar dan Rojolele Srinuk yang punya punya usia tanam lebih pendek dan tahan hama. Harganya pun lebih tinggi. Jika gabah kering dari padi biasa hanya Rp 3.800, Srinar dan Srinuk ini bisa mencapai Rp 5.000 per kilogram.

Capaian hebat kader-kader perempuan PDI Perjuangan ini bukan hasil sulapan. Mereka kader beneran, berjuang dari bawah, bukan hasil comotan dari kiri kanan. Kita meraihnya dengan perjuangan sangat panjang. Mulai pengawalan isu perempuan sampai penggemblengan mental dan pengetahuan. Tentu kita semua ingat bagaimana Ibu ketua Umum sewaktu menjabat Presiden RI ke 5 mengawal ketat lahirnya Undang-undang penghapusan kekerasan rumah tangga, undang-undang penempatan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri sampai undang-undang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Semua undang-undang itu lahir dalam rangka untuk menjaga harkat dan martabat perempuan. Dan dalam rangka memantabkan kaderisasi perempuan, PDI Perjuangan juga membuka program khusus yakni pendidikan bagi kader perempuan. Saya masih ingat betul bagaimana spirit teman-teman kader perempuan PDI Perjuangan. Waktu itu, kebetulan saya mendapat tugas jadi pemateri dalam kursus kader perempuan di Ciawi Bogor.

Kursus kader perempuan itu lah yang menginspirasi saya untuk mempercayakan 8 posisi kepala dinas dari 23 dinas yang ada di Jawa Tengah kepada perempuan. Selain sat set, perempuan itu sering punya sudut pandang dan cara yang berbeda saat menyelesaikan masalah. Alhamdulillah dengan bantuan teman-teman kepala dinas perempuan, Pemprov Jateng berhasil memecahkan berbagai masalah akut.

Diantaranya penurunan angka stunting. Izin melapor bu, pada 2019, angka Jawa Tengah sama dengan Nasional, yakni sebesar 27 persen. Namun pada 2021-2022, stunting Jateng berhasil turun menjadi 20,9 persen, sementara nasional masih 24 persen.

Dengan kerja keras bersama, kita juga berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Di tahun 2013, di awal saya mendapat tugas dari Ibu Ketua Umum untuk menjadi Gubernur Jawa Tengah, angka kematian ibu mencapai 613 kasus sementara angka kematian bayi 5.481. Alhamdulillah di tahun 2022 jumlah angka kematian ibu turun hingga mencapai 335 kasus dan angka kematian bayi turun menjadi 3.031 kasus.

Ada dua program yang kami luncurkan untuk penanganan ini yakni Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah. Nama programnya memang sengaja kita bikin unik, agar semua kalangan lebih aware dan lebih peduli terhadap ibu-ibu hamil. Setelah program itu kita sebar sampai tingkat desa dan kelurahan, ibu-ibu jadi suka nyletuk “ayo nginceng wong meteng yoh.” Nah, dengan cara itu semua orang akhirnya peduli dengan ibu hamil. Bagaimana kesehatannya, kesehatan jabang bayinya, pertumbuhan kandungannya, kapan kelahirannya sampai kapan usai masa nifasnya. Bahkan kalau ke desa-desa waktu ketemu ibu-ibu hamil saya suka tanya. “Bu, hamil berapa bulan? Jabang bayinya sehat atau ada masalah? Berarti rutin periksa ya? Kalau periksa berangkat sendiri atau di antar suami? Suaminya siapa?” Nah langsung geeer. Sebisa mungkin kita membuat perempuan dan ibu-ibu di Jawa Tengah yang hamil itu merasa nyaman dan bahagia. Karena hal itu sangat mempengaruhi jabang bayinya, yang otomatis sangat mempengaruhi kualitas generasi penerus Bangsa Indonesia.

Seperti apa yang menjadi konsen Ibu Ketua Umum juga, selain stunting, kami juga fokus pada penanganan lingkungan. Ada penghijauan, penyelamatan lahan kritis sampai menyelamatkan mata air. Sejak tahun 2014 silam bersama bupati walikota di Jateng kita sudah menanam sebanyak 102 juta pohon. Dan alhamdulillah cara itu bisa menyelamatkan 251 ribu hektar lahan kritis di Jawa Tengah.

Namun PR kami tentu masih sangat banyak. Termasuk beberapa persoalan di Kota Semarang. Bersama Mbak Ita nanti saya yakin akan menghasilkan kolaborasi yang solutif terhadap berbagai persoalan di Ibu Kota Jateng.

Mbak Ita ini, bu, belum dilantik saja kerjanya sudah gaspol rem blong. Apalagi setelah dilantik pasti lebih ngedab-edabi.

Selanjutnya, Mbak Ita, saya mendorong terus untuk mengoptimalkan seluruh potensi Kota Semarang. Mulai perdagangan, industri, transportasi, pendidikan, wisata hingga persoalan infrastruktur. Apalagi saya dengar tahun ini bakal dibangun Simpanglima Underground dan reaktivasi jalur trem. Saya rasa dua hal itu bakal mengungkit Kota Semarang untuk semakin maju.

Tak boleh dilupakan juga untuk mengoptimalkan potensi-potensi pemuda. Entah mereka yang bergerak di dunia teknologi, E-Sport, UMKM, seni budaya sampai olahraga. Dengan fasilitas yang tepat, Semarang pasti akan lebih hidup kotanya. Kalau di Candi Prambanan ada pertunjukan Sendratari Ramayana, tentu kita juga bisa bikin pertunjukan kolosal terjadwal di Kota Lama. Pertunjukan soal Riwayat Gula, misalnya. Atau kita bisa kemas ulang pertunjukan wayang orang Ngesti Pandawa agar lebih menarik untuk wisatawan.

Termasuk soal rob dan banjir yang masih jadi ancaman. Nanti kita turun bareng ya Mbak Ita, untuk mengawasi beberapa pekerjaan besar seperti Jalan Tol Semarang-Demak yang sekaligus jadi tanggul laut. Juga rencana pembangunan kolam retensi di Terboyo yang kita harapkan mampu mengendalikan rob dan banjir di Kota Semarang.

Terakhir namun justru yang paling penting. Seperti yang selalu ditekankan oleh Ibu Ketua Umum, agar kita para kepala daerah untuk selalu menjaga amanat rakyat, agar kita tak pernah lelah turun menemani masyarakat, duduk dan ngelesot bersama rakyat, karena jabatan cuma mandat. Terimakasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

*Catatan: Ini adalah pidato Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat pelantikan Wali Kota Semarang, 30 Januari 2023.