Terbit
16/9/2022
Diperbarui
16/9/2022

Sepak Terjang di Senayan (4): Berjibaku demi UU Desa

Selain berpikir pada tataran konsep, ia juga berpikir secara detail pada level implementasi, komentar Titok Hariyanto terkait sepak terjang Ganjar tentang UU Desa.
Ganjar Pranowo saat bersama warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jateng, Minggu (13 Februari 2022). Foto: Instagram Ganjar Pranowo

SUTORO Eko Yunanto masih ingat benar satu permintaan Ganjar Pranowo kepada dirinya pada kurun waktu 2012 - 2013.

Saat itu, Ganjar yang duduk sebagai salah satu anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Desa di DPR RI, meminta Sutoro membantu mencarikan data mikro tentang jumlah uang yang masuk ke desa. Kala itu Sutoro masih aktif di organisasi Forum Pengembangan Pembangunan Desa (FPPD).

Sutoro, kini menjabat Kepala Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “AMPD” Yogyakarta, dikenal sebagai akademisi yang banyak membuat penelitian tentang persoalan desa. Namanya tertera sebagai salah satu Tim Penyusun Naskah Akedemik RUU Desa, seperti dilansir situsweb DPR RI.

Dalam sebuah pertemuan di Yogyakarta, Ganjar bercerita kepada Sutoro, bahwa dirinya membutuhkan data itu sebagai amunisi untuk memperjuangkan dana desa.

DPR memang telah mencoba meminta data kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun, kedua instansi itu mengatakan tidak punya data detail. Yang ada hanya data makro alias gelondongan.

Saat itu dana untuk desa diselipkan dalam berbagai jenis bantuan. Itu sebabnya, Ganjar meminta Sutoro membantunya mencarikan data detail.

Namun, Ganjar mewanti-wanti Sutoro bahwa pekerjaan itu bukan proyek. Tidak ada anggaran alias gotong royong. Lantaran Sutoro punya semangat yang sama untuk memperjuangkan UU Desa, permintaan itu disanggupi.

Sutoro dan timnya lantas berjibaku membuka komunikasi dengan rekan sesama pegiat desa dan jejaring pemerintah daerah. Mereka pun mencari data dari desa ke desa. Diperoleh data uang masuk dari 150 desa.  

Hasilnya, rata-rata desa waktu itu mendapat dana sekitar Rp 1 miliar per tahun dari berbagai sumber anggaran mulai dari level kabupaten, provinsi, hingga pemerintah pusat. Sebanyak 76 persen di antaranya dari pemerintah pusat.

Artinya, uangnya sebenarnya sudah ada, tetapi tersebar di berbagai kementerian dan lembaga.

Data itulah yang kemudian menjadi dasar pijakan untuk pembahasan alokasi dana desa di rapat-rapat Pansus dan Panja DPR RI.

“Mas Ganjar waktu itu mengambil inisiatif untuk mencari data dan menugaskan saya mencari datanya. Data itu penting sebagai amunisi agar dana desa bisa digolkan,” kata Sutoro saat dikonfirmasi Ganjarpranowo.com, Kamis (15 September 2022).  

Di DPR, pembahasannya bergerak “panas-dingin”. Pansus terus melakukan pembicaraan ke berbagai pihak. Berpatokan pada data itu, akhirnya diputuskan alokasi dana desa untuk pertama kalinya yang dikucurkan pada 2015 sebesar hampir Rp1 miliar.

Jumlah itu naik bertahap dan mencapai Rp1,6 miliar dalam dua tahun terakhir. Aturan tentang ini diatur dalam pasal 72 ayat 2.

Sementara itu, Titok Hariyanto yang saat itu bekerja sebagai peneliti di Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, turut serta dalam sejumlah diskusi awal pembahasan RUU Desa bersama Sutoro Eko, Arie Sujito (sekarang Wakil Rektor UGM), Ari Dwipayana (sekarang Staf Khusus Presiden Jokowi), Bambang Hudayana (dosen UGM) , Andi Sandi (dosen UGM), dan Sunaji (aktivis LSM).

Sebagai LSM yang menjadi motor penggerak lahirnya UU Desa, IRE aktif menyelenggarakan diskusi untuk memperkuat argumentasi pentingnya anggaran khusus untuk desa.

Menurut Titok, Ganjar aktif hadir dalam diskusi-diskusi maupun ketika kelompok masyarakat sipil yang mengadvokasi lahirnya UU Desa berdialog dengan DPR RI.

Ganjar, kata Titok, adalah salah satu anggota DPR RI yang setuju desa diberi kewenangan untuk mengelola rumah tangganya sendiri dan diberi kewenangan untuk menentukan prioritas pembangunannya.

“Poin ini penting karena waktu itu tidak semua anggota DPR RI setuju adanya UU Desa,” kata Titok yang kini mendirikan lembaga Alterasi Indonesia kepada Ganjarpranowo.com, baru-baru ini.

Selain itu, Ganjar juga dinilai aktif mencari alasan kuat berbasis bukti tentang perlunya desa diberi alokasi anggaran khusus.

Titok menyaksikan sendiri Ganjar mewawancarai kepala desa yang hadir dalam forum diskusi untuk menggali masukan. Dari obrolan dengan kepala desa itulah, Ganjar setuju jika desa diberi alokasi anggaran khusus.

“Saya melihat Pak Ganjar itu tidak asal menyetujui satu hal jika dia sendiri tidak mengetahui secara mendalam apa dan bagaimananya. Selain berpikir pada tataran konsep, dia juga berpikir secara detail pada level implementasi,” tutur Titok.

Sejumlah poin RUU Desa yang diperjuangkan Ganjar, kata Titok, di antaranya pemberian kewenangan kepada desa untuk mengelola rumah tangganya sendiri, pentingnya menempatkan musyawarah desa sebagai arena pengambilan keputusan tertinggi di tingkat desa, dan anggaran khusus untuk desa yang bersumber dari APBN atau yang sekarang disebut dana desa untuk mendukung pembangunan di desa.[] YAS