Terbit
21/9/2022
Diperbarui
21/9/2022

Sepak Terjang di Senayan (5): Aktif Jaring Aspirasi Desa

"Yang saya rasakan saat itu Pak Ganjar luar biasa aktif menjaring aspirasi dari para kepala desa dan pemerhati desa," kata Senthot, kepala desa asal Nganjuk.
Foto: Humas Pemprov Jateng

SENTHOT Rudi Prastiono ikut hadir sebagai salah satu peserta dalam salah satu pertemuan LSM pemerhati desa di hotel Joglo Yogyakarta yang difasilitasi oleh Forum Pengembangan Pembangunan Desa (FPPD) yang dipimpin Sutoro Eko.

Saat itu, Ganjar Pranowo hadir sebagai narasumber, menjaring aspirasi dari bawah terkait pembahasan RUU Desa.

Senthot waktu itu diundang sebagai Kepala Desa Sonobekel, Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur. Saat ini, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi). Ganjar kini duduk sebagai pembina di organisasi itu.

Senthot ingat benar saat sarapan pagi dia duduk semeja dengan Ganjar. Mereka terlibat obrolan santai. Kata Senthot, Ganjar banyak bertanya tentang pengalamannya memimpin desa dan jumlah dana yang dikelolanya sebagai kepala desa.

“Yang saya rasakan saat itu Pak Ganjar luar biasa aktif menjaring aspirasi dari para kepala desa dan pemerhati desa. Beliau aktif menggali informasi tentang desa,” ujar Senthot yang kini masih menjabat kades sejak 2007.

“Kita bisa diskusi dengan beliau secara santai dan menyenangkan karena beliau humoris juga. Dalam banyak diskusi dengan beliau situasinya begitu cair dan terbuka,” ia menambahkan.

Menurut Senthot, saat itu Ganjar menaruh perhatian besar terhadap penguatan hak asal usul desa termasuk penguatan kewenangan desa.

Senthot sendiri telah aktif dalam demo-demo mendorong lahirnya UU Desa sejak 2009. Tuntutannya saat itu agar ada undang-undang khusus yang mengatur tentang desa. Sebelumnya, aturan tentang desa hanya menjadi bagian kecil dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pada 2005, pemerintah dan DPR RI sepakat memecahnya menjadi tiga UU yakni UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung dan UU Desa. Namun, UU Desa yang ditunggu-tunggu kelahirannya tak kunjung terwujud.

Para pegiat desa pun terus mendesak, di antaranya dengan unjuk rasa di DPR RI. Akhirnya, pada Januari 2012 pemerintah mengajukan draf RUU Desa ke DPR RI untuk dibahas lebih lanjut.  

Setelah melalui jalan panjang nan berliku, DPR mengesahkan UU Desa pada 18 Desember 2013 dan diundangkan dalam lembaran negara menjadi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada 15 Januari 2014.

Sebagai kepala desa yang merasakan era sebelum adanya UU Desa dan setelahnya, Senthot merasakan benar adanya perubahan positif setelah adanya UU Desa.

Yang paling terasa, kata dia, pembangunan desa semakin maju berkat adanya dana desa. Aparatur desa kini juga punya kewenangan lebih besar untuk mengatur desanya.

“Sekarang sudah ada Badan Usaha Milik Desa yang hasil usahanya untuk kesejahteraan warga, ada desa wisata, dan yang paling kelihatan nyata itu infrastruktur desa jauh lebih baik,” kata Senthot yang sudah tiga periode menjabat sebagai kepala desa (setiap periode per 6 tahun).

Ketika UU Desa disahkan DPR RI, Ganjar sudah empat bulan terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah. Namun, perhatiannya terhadap desa tak pernah pudar. Dalam sejumlah kesempatan, Ganjar mewanti-wanti agar dana desa dikelola secara transparan, jangan sampai menjadi ladang korupsi baru.

Hingga 2021, pemerintah telah mengucurkan Rp400,1 triliun dana desa. Pada 2015, jumlahnya sekitar Rp20,8 triliun, tahun 2016 sebesar Rp46,7 triliun, 2017 sebanyak Rp59,8 triliun, lalu Rp69,8 triliun pada 2019, Rp71,1 triliun pada 2020, dan Rp72 triliun pada tahun 2021.

Besarnya kucuran dana dana membuat Ganjar mengusulkan adanya buku saku sebagai panduan bagi para kepala desa tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan dana desa. Tanpa bekal pemahaman itu, tidak menutup kemungkinan tiba-tiba desa didatangi satgas sapu bersih pungutan liar, atau justru berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Alhamdulillah beliau masih terus mendampingi desa dengan menjadi Pembina di Papdesi. Saya yang bukan bagian dari Jawa Tengah, merasakan betul komitmen Pak Ganjar untuk memajukan desa, khususnya bidang pembangunan infrastruktur dan perekonomian desa,” kata Senthot.

Titok sepakat dengan Senthot. Kini, setelah Ganjar menjabat Gubernur Jawa Tengah, Titok menilai keberpihakan Ganjar pada desa cukup kuat.

“Ganjar juga figur yang egaliter sehingga mudah untuk berkomunikasi atau berdialog dengan orang desa,” kata Titok.[] YAS